cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
ISSN : 08520720     EISSN : 25023616     DOI : 10.30821
MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman is a peer reviewed academic journal, established in 1976 as part of the State Islamic University of North Sumatra Medan (see: video), dedicated to the publication of scholarly articles in various branches of Islamic Studies, by which exchanges of ideas as research findings and contemporary issues are facilitated. MIQOT is accredited as an academic journal by the Ministry of Education and Culture, Republic of Indonesia (SK Dirjen Dikti No. 040/P/2014) valid through February 2019. Miqot welcomes contributions of articles in such fields as Quranic Studies, Prophetic Traditions, Theology, Philosophy, Law and Economics, History, Education, Communication, Literature, Anthropology, Sociology, and Psychology.
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 41, No 2 (2017)" : 12 Documents clear
TINDAKAN PERUNDUNGAN (BULLYING) DALAM DUNIA PENDIDIKAN DITINJAU BERDASARKAN HUKUM PIDANA ISLAM Muhammad Hatta
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.488

Abstract

Abstrak: Perundungan (bullying) dalam dunia pendidikan merupakan tindakan tercela dan diharamkan oleh Islam karena dapat melukai korban baik secara fisik maupun mental. Dalam aspek jinayah, apabila perundungan dilakukan oleh pelajar atau mahasiswa yang sudah dewasa, sehingga mengakibatkan korban luka-luka, kehilangan atau kerusakan harta benda atau korban meninggal dunia, maka pelaku dapat dihukum dengan hukuman jinayah hudûd, ta’zir dan qishâsh. Namun, apabila perundungan tersebut mengakibatkan korban tertekan, ketakutan, atau trauma dan lain-lain di luar kategori jinayah hudûd dan qishâsh, maka pelaku dapat dihukum dengan hukuman ta’zir. Sebaliknya, apabila perundungan dilakukan oleh siswa atau pelajar yang masih di bawah umur, maka pelaku dikenakan hukuman ta`zir berupa diyath, kaffarah, hukuman alternatif atau penganti (‘uqubât al-badilâh) yang bertujuan mendidik atau memberi pelajaran bagi pelaku dan orang lain supaya tidak mengulanggi perbuatan yang sama. Abstract: Bullying in Word of Education in the Perspective of Islamic Criminal Law. Bullying in the world of education is reprehensible actions and forbidden by Islam because it can injure the victim both physically and mentally. In the aspect of a crime, if the bullying is done by a student or students who have grown up, resulting in injuries, loss or damage to property or death of the victim offender a crime punishable by hudûd, ta’zir and qishâsh. However, if such bullying resulted in the victim distress, fear, trauma and others outside the category of a crime hudûd and qishâsh the offender can be punished with ta'zir. Conversely, if the bullying is done by the student or students who are minors the offender liable to punishment in the form of diyath ta`zir, kaffarah, alternative or substitute penalty (‘uqubât al-badilâh) which aims to educate or provide lessons for the offender and others so that similar acts could be prevented. Kata Kunci: perundungan, dunia pendidikan, hukum pidana Islam
LANDASAN PENDIDIKAN SPIRITUAL ABÛ AL-QÂSIM AL-QUSYAIRÎ (W. 465/1072) Muhammad Arifin
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.341

Abstract

Abstrak: Artikel ini membahas landasan pendidikan spiritual al-Qusyairî, yang pemikirannya berpengaruh dalam dunia Islam, bahkan sampai ke Nusantara dengan paham neo-sufisme. Berdasarkan analisis terhadap dua karyanya, al-Risâlah al-Qusyairiyah dan Tafsîr Lathâ’if al-Isyârât, ditemukan setidaknya ada empat landasan pendidikan spiritual yang harus ditempuh oleh sâlik. Pertama, seorang sâlik harus mengenal (ma‘rifat) kepada Allah, sebagaimana konsep-konsep akidah Ahlussunnah Waljamaah. Selain itu, ma‘rifat yang teguh mengejawantah perilaku. Kedua, dalam mendidik jiwa seseorang harus menjaga keseimbangan antara syariat dan hakikat. Ketiga, ibadah yang dilakukan melihat sisi batin atau aspek esoterisnya, sehingga berpengaruh positif dalam tingkah laku. Keempat, seorang sâlik harus senantiasa berzikir dan mengingat Allah dalam lisan dan atau hatinya. Landasan pendidikan spiritual seperti ini akan menjaga seseorang tetap berada dalam ajaran Islam, dan akan menyampaikannya kepada Allah yang akan menurunkan ketenangan batinnya di dunia dan akhirat. Abstract: Foundations of Abû al-Qâsim al-Qusyairî’s Spiritual Education. This article discusses the principles of al-Qusyairî’s spiritual education, whose ideas influenced the Islamic world, even to the Nusantara in a neo-sufism. Based on the analysis of his ouvre al-Risâlah al-Qusyairiyah and Tafsîr Lathâ’if al-Isyârât, it is found that there are at least four spiritual education foundations a sâlik should undergo. First, a sâlik should know (ma‘rifah) to Allah, as the concepts of Ahli Sunnah wal Jama’ah theology. Additionally, ma‘rifah steadfast in the heart should  portray in behavior. Second, in educating the spirit must maintain a balance between syarî`ah and haqîqah. Third, worship is done to be seen the inner or esoteric aspects, and thus have the positive effect on behavior. Fourth, a sâlik must always remember and enchant Allah orally or by heart. The cornerstone of spiritual education such as this would keep someone remains in the teachings of Islam, and will present it to Allah who will resulted in peacelful and spiritual satisfaction in this world and hereafter. Kata Kunci: pendidikan, spiritual, makrifat, syariat, hakikat, zikir, al-Qusyairî
IMPLEMENTASI BUDAYA MELAYU DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN MADRASAH IBTIDAIYAH DI RIAU Syahraini Tambak; Desi Sukenti
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.409

Abstract

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi budaya Melayu sebagai Visi Riau 2020 dalam kurikulum pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di Provinsi Riau. Penelitian ini dilaksanakan di madrasah Ibtidaiyah pada 12 kabupaten/kota se- Propinsi Riau. Populasi penelitian  ini adalah seluruh kepala Madrasah Ibtidaiyah Propinsi Riau berjumlah 382 kepala madrasah. Sampel penelitian ini berjumlah 24 kepala madrasah Ibtidaiyah dengan pengambilan sampel adalah teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah angket dan teknik analisis data adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa budaya Melayu Riau dalam kurikulum pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di Provinsi Riau adalah 18.9% terakomodasi dan diimplementasikan dalam kurikulum. Implementasi budaya Melayu tersebut tersebar dalam kurikulum inti, ekstrakurikuler, muatan lokal, dan eksidentil pada kurikulum pendidikan Madrasah Ibtidaiyah di Provinsi Riau. Abstract: The Implementation of Malay Culture in the in Islamic Elementary School Curriculum in Riau. This study aims to determine the extent to which Malay culture implemented as the Vision of Riau 2020 in education curriculum of Madrasah Ibtidaiyah in Riau Province. This research was conducted in madrasah Ibtidaiyah in 12 districts/ cities in the region. The population of this study are 382 heads of Madrasah Ibtidaiyah of Riau Province, 24 heads of which are taken in purposive sampling technique. Data collection techniques used are questionnaires and data analysis technique is  descriptive analytic. The results of this study revealed that Riau Malay culture in the curriculum of Madrasah Ibtidaiyah education in Riau Province is 18.9% accommodated and implemented in the curriculum. Implementation of Malay culture is infused in the core and extra-curriculum, and local content on Madrasah Ibtidaiyah education curriculum in Riau Province. Kata Kunci: budaya, melayu, madrasah ibtidaiyah, kurikulum, Riau
PESANTREN’S RESISTANCE AGAINST CULTURAL GLOBALIZATION Gonda Yumitro; Dion Maulana Prasetya
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.391

Abstract

Abstract: This research attempts to explore the resistance of Pesantren against cultural globalization dominated by western society. By using the post-colonial approach, it is found that there is the process of re-reading the meaning of globalization and re-defining of ‘self’ as the subject of globalization. Pesantren introduced the concept of non material point of view namely al-tarbiyah wa al-ta‘lim preserving the local tradition in facing the secular and materialistic values of the West. Interestingly, this concept has emerged as prominent alternative of Islamic position showing the adaptability of Islam toward the globalization. Based on this research, the author thus argues that the violence and mass movements have no longer been used by the pesantren as an indication of modernzing Islamic  approach in the globalization era. Abstrak: Resistensi Pesantren terhadap Globalisi Budaya. Penelitian ini mencoba menggali resistensi pesantren terhadap globalisasi budaya yang didominasi oleh masyarakat Barat. Dengan menggunakan pendekatan pasca-kolonial, ditemukan bahwa ada proses membaca ulang makna globalisasi dan mendefinisikan ulang 'diri' sebagai subjek globalisasi. Pesantren memperkenalkan konsep cara pandang non material yaitu al-tarbiyah wa al-ta‘lim yang melestarikan tradisi lokal dalam menghadapi nilai sekuler dan materialistik dari Barat. Menariknya, konsep ini telah muncul sebagai alternatif utama posisi Islam yang menunjukkan adaptasi Islam terhadap globalisasi. Berdasarkan penelitian ini, penulis berpendapat bahwa kekerasan dan gerakan massa sudah tidak lagi digunakan oleh pesantren sebagai indikasi terjadi modernisasi pendekatan Islam pada era globalisasi ini. Keywords: globalization, pesantren, culture, postcolonial, materialistic
CONFUSION OF EDUCATOR POLICY IN MINISTRY OF RELIGIOUS AFFAIRS 1945-2016 Muh. Saerozi
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.410

Abstract

Abstract: This essay examines the dynamics of the development of educator policy at the Ministry of Religious Affairs, which begins with the educator concept in Education Law at the Ministry of Religious Affairs from 1945 to 2016, and what the philosophical meaning of the development of the concept is. It also uncover where the confusion of the concept of educators throughout the history. This essay concludes with the conceptual solutions to educator problems enshrined in the Educational Law. The author finds there is a change of educators' concept on every amendment to Education law, each of which contains a specific philosophical meaning. The concept of educator that has been changed still entails the some problems up to the present time. The confusion of the concept in the law affects the regulation of educators in the Ministry of Religious Affairs, and thus it needs to be revised and finds alternative solution as offered in this paper. Abstrak: Kerancuan Kebijakan Pendidik di Kementerian Agama 1945-2016. Esai ini mengkaji dinamika perkembangan kebijakan pendidik pada Kementerian Agama, yang diawali dengan konsep pendidik dalam undang-undang pendidikan dan peraturan Menteri Agama sejak tahun 1945 sampai 2016, dan apa makna filosofis dari perkembangan konsep tersebut. Selanjutnya diungkap dimana letak kerancuan konsep pendidik dalam sepanjang sejarah tersebut. Pada bagian akhir difokuskan untuk  menemukan solusi konseptual terhadap problem pendidik yang terdapat dalam undang-undang pendidikan. Penulis menemukan ada perubahan konsep pendidik pada setiap perubahan undang-undang pendidikan, yang memuat makna filosofis yang spesifik. Konsep pendidik yang telah diubah masih menyisakan masalah sampai sekarang. Kerancuan konsep dalam undang-undang berdampak pada peraturan pendidik di Kementerian Agama, sehingga perlu dilakukan revisi sebagaimana alternatif yang ditawarkan dalam tulisan ini. Keywords: education, Religious Affairs Ministry, policy, teacher, educational support personnel
PEMIKIRAN FIKIH SYAIKH MUHAMMAD ZAIN BATU BARA: Fidiah Salat dan Puasa Ahmad Fauzi Ilyas
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.459

Abstract

Abstrak: Artikel ini membahas pemikiran Syaikh Muhammad Zain Batu Bara, seorang ulama besar alumni Makkah awal abad 20 dan berasal dari Batu Bara yang namanya tidak dikenal, namun mempunyai kontribusi besar dalam perkembangan dakwah Islam di daerah tersebut. Salah satu kontribusinya adalah praktik dan tradisi Fidiah salat dan puasa bagi orang yang sudah meninggal, yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakatnya. Dalam konteks wilayah Nusantara, kajian ini membandingkan pemikiran Syaikh Muhammad Zain dengan pemikiran-pemikiran ulama Nusantara lainnya baik sebelum, semasa atau sesudahnya, untuk menemukan titik persamaan dan perbedaan dan sejauhmana implikasinya, dengan  menggunakan telaah kepustakaan karya-karya dan sejarah biografi masing-masing tokoh. Penulis menyimpulkan bahwa Syaikh Muhammad Zain Batu Bara adalah kelompok ulama Kaum Tua di Sumatera Timur yang tetap mempertahankan amaliah dan tradisi Fidiah salat dan puasa bagi orang yang sudah meninggal, dengan memilih pendapat mazhab Hanafi yang memasukkan masalah ini dalam pendapat yang dipedomani dan berkembang terus di masyarakat. Abstract: Islamic Legal Thought of Syaikh Muhammad Zain Batu Bara: A Case of Fidyah for Fasting and Prayer. This article discusses the thought of Shaykh Muhammad Zain Batu Bara, a prominent scholar of early 20th century Mecca originating from Batu Bara whose name is unknown, but has a major contribution in the development of Islamic da'wah in the area. One of his contributions is the practice and tradition of fidyah for the five prayers and fasting for the dead, which until now is still preserved by the society. In the context of the archipelago territory, this study compares the thought of Shaykh Muhammad Zain with the thoughts of other learned Islamic thinkers of the archipelago throughout the history, to unveil the points of similarities and differences as well as the extent of their implications, using literature review of works and the biographical history of respective figure. The author concludes that Shaykh Muhammad Zain Batu Bara appears to be bounded by conventional school of thought in East Sumatra, who retains the tradition of fidyah for prayer and fasting of the dead person, by choosing the opinion of the Hanafi school that eventually developed in the society. Kata Kunci: fikih, ulama, Nusantara, Syaikh Muhammad Zain, fidiah, salat, puasa
HAM ISLAM DAN DUHAM PBB: Sebuah Ikhtiar Mencari Titik Temu Izzuddin Washil; Ahmad Khoirul Fata
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.394

Abstract

Abstrak: Meski secara umum memiliki kesamaan dengan Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) Perserikatan Bangsa-bangsa, konsep Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Deklarasi Kairo memiliki spesifikasi tertentu yang berbeda. DUHAM bersumber dari paradigma Barat, sementara Deklarasi Kairo berbasis syariat. Dilihat dari perspektif DUHAM, ada beberapa hal spesifik dalam HAM versi Dunia Islam yang dinilai melanggar HAM. Konsep kebebasan beragama berbeda antara keduanya. Juga tentang hukuman mati, rajam, dan yang lainnya. Dengan demikian apakah HAM versi Islam tersebut harus dipertentangkan dengan DUHAM? Alih-alih mempertentangkan keduanya, tulisan ini mencoba mempertemukan keduanya dengan mencarikan alternatif jawaban. Dengan melakukan pemaknaan ulang terhadap beberapa konsep Islam, tulisan ini menemukan adanya peluang agar Deklarasi Kairo dengan DUHAM bisa berjalan beriringan. Abstract: Islamic Human Rights and the United Nations Human Rights Declaration: in Search of Compromise.  Although generally in common with the United Nations Human Rights Declaration (DUHAM), the concept of Human Rights in the Cairo Declaration has different specifications. The Universal Declaration of Human Rights comes from the Western paradigm, while the Cairo Declaration is based on the Shari'a. Viewed from the perspective of the Universal Declaration of Human Rights, there are some specific issues in the human rights of the World Islamic version that are considered to violate human rights. The concept of freedom of religion differs between the two. It is also true in the context of death penalty, stoning, and others. Thus does the human rights of the Islamic version be contrasted with the Universal Declaration of Human Rights? Instead of contrasting these two aspects, this paper tries to reconcile them by finding an alternative answer. By re-enacting some Islamic concepts, this paper finds an opportunity for Cairo Declaration with the Universal Declaration to go hand in hand in harmony. Kata Kunci: hak asasi manusia, PBB, deklarasi Kairo, syariat Islam
BUDAYA SUMANG DAN IMPLEMENTASINYA TERHADAP RESTORASI KARAKTER MASYARAKAT GAYO DI ACEH Syukri Syukri
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.428

Abstract

Abstrak: Tulisan ini berupaya memahami sistem budaya masyarakat Gayo yang populer dengan sumang yang berarti tindakan menyimpang dari konvensi tata krama dan bertentangan dengan Islam dan adat. Sistem budaya sumang Gayo ini bermuatan pengetahuan, keyakinan, nilai, aturan, dan hukum yang menjadi acuan bagi tingkah laku dalam kehidupan masyarakat Gayo. Implementasi budaya sumang terhadap restorasi karakter masyarakat Gayo sangat relevan, karena bernilai spiritual dan berorientasi kepada akhlâq al-karîmah,  menjaga harga diri, harkat, martabat keluarga dan masyarakat. Harga diri disebut mukemel artinya punya rasa malu. Kalau masyarakat Gayo tidak berkarakter berarti tidak punya rasa malu (gere mukemel). Penulis menyimpulkan bahwa budaya sumang berperan penting dalam merestorasi kultur  masyarakat menjadi lebih berkarakter mulia ketika diterapkan secara utuh dalam kehidupan masyarakat. Budaya sumang ini berisi tindakan adat pergaulan, kemudian memberikan nilai kepada perbuatan tersebut, yang menjadi standar ukur dalam kehidupan sosial masyarakat Gayo di Aceh. Abstract: Sumang Tradition and Its Implementation on Character Restoration of Aceh Gayo Society. This paper seeks to understand the cultural system of Gayo society that is popular with Sumang that means acts deviate from convention of manners and contrary to Islam and adat. This Gayo sumang culture system is filled with knowledge, beliefs, values, rules, and laws that become the reference for behavior in Gayo social life. The Implementation of sumang culture towards restoration of Gayo community character is very relevant, because it is spiritual and oriented to morality al-karîmah, maintaining self-esteem, family and social dignity. Self-esteem called mukemel means "have a sense of shame". The author concludes that sumang culture plays an important role in restoring the culture of society to be more noble character when applied in the whole life of the community. This sumang culture contains the social behavour of association, then gives value to the action, which becomes the standard in Gayo people's social life in Aceh. Kata Kunci: budaya sumang, Aceh, Gayo, budaya, karakter
ISLAM, PATRON SOSIAL, PSEUDO IDENTITAS MASYARAKAT PERKOTAAN DI KOTA MEDAN Muhammad Habibi Siregar
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.401

Abstract

Abstrak: Kota Medan memiliki masyarakat yang relatif heterogen sehingga sangat diperlukan kesadaran yang tinggi untuk menjaga kondusivitas wilayah ini. Pluralitas bisa dianggap sebagai potensi bukan ancaman terhadap disintegrasi bangsa. Ada dua opsi yang ditawarkan dalam kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat yaitu dengan melakukan melting pot dan non-melting pot. Keduanya memiliki keunggulan maupun kelemahannya masing-masing. Pola pertama biasanya diterapkan pada kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang yang sangat berbeda sehingga dibutuhkan satu bentuk identitas baru yang mengikat semua elemen masyarakat yang ada di dalamnya. Sistem ini  dilatar belakangi oleh semangat menumbuhkan nasionalisme baru karena warganya berasal dari berbagai bangsa. Pola kedua lebih bersikap akomodatif terhadap nilai-nilai primordialisme warganya. Sistem ini berusaha menciptakan masyarakat memberi kebebasan kepada warganya untuk tetap mempertahankan identitas asal warganya selama tidak mengganggu kepentingan nasional secara umum. Abstract: Islam, Social Patron, Pseudo Identity of Urban People in Medan City. Medan city has a relatively heterogeneous society so it is highly commended to maintain the condition of this region. Plurality can be regarded as a potential not a threat to the disintegration of the nation. There are two options offered in activities related to community empowerment namely; by doing the melting pot and non-melting pot both have their own advantages and disadvantages. The first pattern is usually applied to groups of people who have very different backgrounds so that it takes a new form of identity that binds all elements of society in it. This system is based on the spirit of growing new nasioanalisme because citizens come from various nations. The second pattern is more accommodative to the values of its citizens primordialism. This system seeks to create a society giving freedom to its citizens to retain the identity of their citizens as long as it does not interfere with the national interest in general. Kata Kunci: etnisitas, Islam, melting pot, patron sosial, social identity
POLA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) SUMATERA UTARA Manshuruddin Manshuruddin
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 41, No 2 (2017)
Publisher : State Islamic University North Sumatra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/miqot.v41i2.400

Abstract

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memahami dinamika pola kerukunan umat beragama (religious harmony) FKUB di Sumatera Utara. Untuk mengungkap hal itu, penelitian ini menggunakan pendekatan phenomenologic-interpretif, dengan meng-gunakan teknik pengumpulan data pada FGD (Focus Group Discussion). Penelitian ini mengajukan beberapa temuan. Pertama, idealita kerukunan yang dibangun oleh FKUB Sumut berpijak pada pola kerukunan non-pluralisme agama, yang berarti bahwa truth claim pada masing-masing agama tidak bisa disamakan karena memiliki landasan teologis yang berbeda. Namun dalam konteks sosial, kebenaran teologis tersebut tidak boleh dipaksakan kepada orang lain, dan setiap individu beragama harus mampu bekerjasama untuk kepentingan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kedua, dalam penerapannya, FKUB Sumatera Utara melakukan dialog teologis, interaksi sosial, advokasi dan regulasi serta dialog interaktif.Abstract: The Pattern of Religious Harmony in the Perspective of Religious Harmony Forum of Sumatera Utara. This study aims to analyze the dynamics of the harmony of the FKUB (Religious Harmony Forum in North Sumatra). This study uses a phenomenologic-interpretive approach, using data collection techniques in FGD (Focus Group Discussion). This research finds that: First, the ideal of harmony established by FKUB of North Sumatra is based on the pattern of religious non-pluralism harmony, in a sense that the claim of truth in each religion can not beequated because it has a different theological foundation. But in the social context, such theological truths should not be imposed on others, and every religious individual must be able to work together for the benefit of society, nation and state. Second, in its application, FKUB of North Sumatra conducts theological dialogue, social interaction, advocacy and regulation and interactive dialogue.Keywords: agama-agama, kerukunan, pluralisme, FKUB, Sumatera Utara

Page 1 of 2 | Total Record : 12